Dan siapakah nama wanita itu? Dia
adalah Muti’ah.
Kaget? Sama seperti Siti Fatimah
ketika itu, yang mengira dirinyalah yang pertama kali masuk surga.
…
Siapakah Muti’ah? Karena rasa
penasaran yang tinggi, Siti Fatimah pun mencari seorang wanita yang bernama
Muti’ah ketika itu. Beliau juga ingin tahu, amal apakah yang bisa membuat
wanita itu bias masuk surge pertama kali? Setelah bertanya-tanya, akhirnya Siti
Fatimah mengetahui rumah seorang wanita yang bernama Muti’ah. Kali ini ia ingin
bersilahturahmi ke rumah wanita tersebut, ingin melihat lebih dekat
kehidupannya. Waktu itu Siti Fatimah berkunjung bersama dengan anaknya yang
masih kecil, Hasan. Setelah mengetuk pintu, terjadilah dialog.
“Di luar, siapa?” kata Muti’ah
tidak membukakan pintu.
“Saya Fatimah, putri Rasulullah.”
“Oh, iya. Ada keperluan apa?”
“Saya hanya berkunjung saja.”
“Anda seorang diri atau bersama
dengan lainnya?”
“Saya bersama dengan anak saya,
Hasan.”
“Maaf, Fatimah. Saya belum
mendapat izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki.”
“Tetapi
Hasan masih anak-anak.”
“Walaupun anak-anak, dia lelaki
juga kan? Maaf ya. Kembalilah besok, saya akan meminta izin dulu kepada suami
saya.”
“Baiklah.” kata Fatimah dengan nada kecewa.
Setelah mengucapkan salam, ia pun pergi.
Keesokan harinya, Siti Fatimah
kembali berkunjung ke rumah Muti’ah. Selain mengajak Hasan, ternyata Husein
(saudara kembar Hasan) merengek meminta ikut juga. Akhirnya mereka bertiga pun
berkunjung juga ke rumah Muti’ah. Terjadilah dialog seperti hari kemarin.
“Suami saya sudah member izin
bagi Hasan.”
“Tetapi maaf, Muti’ ah. Husein
ternyata merengek meminta ikut. Jadi saya ajak juga!”
“Dia perempuan?”
“Bukan, dia lelaki.”
“Wah, saya belum memintakan izin
bagi Husein.”
“Tetapi
dia juga masih anak-anak.”
“Walaupun anak-anak, dia juga
lelaki. Maaf ya. Kembalilah besok!”
“Baiklah.” Kembali Siti Fatimah
kecewa.
Namun rasa penasarannya demikian
besar untuk mengetahui, rahasia apakah yang menyebabkan wanita yang akan
dikunjunginya tersebut diperkenankan masuk surga pertama kali. Akhirnya hari
esok pun tiba. Siti Fatimah dan kedua putranya kembali mengunjungi kediaman
Muti’ah. Karena semuanya telah diberi izin oleh suaminya, akhirnya mereka pun
diperkenankan berkunjung ke rumahnya. Betapa senangnya Siti Fatimah karena
inilah kesempatan bagi dirinya menguak misteri wanita tersebut.
Menurut Siti Fatimah, wanita yang
bernama Muti’ah sama juga seperti dirinya dan umumnya wanita. Ia melakukan
shalat dan lainnya. Hampir tidak ada yang istimewa. Namun, Siti Fatimah masih
penasaran juga. Hingga akhirnya ketika telah lama waktu berbincang, “rahasia”
wanita itu terkuak juga. Akhirnya, Muti’ah pun memberanikan diri untuk memohon
izin karena ada keperluan yang harus dilakukannya.
“Maaf Fatimah, saya harus ke ladang!”
“Ada keperluan apa?”
“Saya harus mengantarkan makanan
ini kepada suami saya”
“Oh, begitu”
Tidak ada yang salah dengan
makanan yang dibawa Muti’ah yang disebut-sebut sebagai makanan untuk suaminya.
Namun yang tidak habis pikir, ternyata Muti’ah juga membawa sebuah cambuk.
“Untuk apa cambuk ini, Muti”ah?”
kata Fatimah penasaran.
“Oh, ini. Ini adalah kebiasaanku
semenjak dulu.”
Fatimah benar-benar penasaran.
“Ceritakanlah padaku!”
“Begini, setiap hari suamiku
pergi ke ladang untuk bercocok tanam. Setiap hari pula aku mengantarkan makanan
untuknya. Namun disertai sebuah cambuk. Aku menanyakan apakah makanan yang aku
buat ini enak atau tidak, apakah suaminya senang atau tidak. Jika tidak ada
yang enak, maka aku ikhlaskan diriku agar suamiku mengambil cambuk tersebut
kemudian mencambukku. Ini aku lakukan agar suamiku ridlo dengan diriku. Dan
tentu saja melihat tingkah lakuku ini, suamiku begitu tersentuh hatinya. Ia pun
ridlo atas diriku. Dan aku pun ridlo atas dirinya.”
“Masya Allah, hanya demi
menyenangkan suami, engkau rela melakukan hal ini, Muti’ah?”
“Saya hanya memerlukan
keridloannya. Karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang
baik dan sang suami ridlo kepada istrinya.”
“Ya… ternyata inilah rahasia
itu.”
“Rahasia apa ya Fatimah?” Muti’ah
juga penasaran.
“Rasulullah SAW mengatakan bahwa
dirimu adalah wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Ternyata
semua gara-gara baktimu yang tinggi kepada seorang suami yang sholeh.”
Subhanallah.